KENANGAN MENJELANG MASUK SMP
Oleh : Beliau Sendiri via WA Group MWCNU Rengel, Rabu, 3 Juli 2019
2 Juli 1979, tepat 40 tahun yang lalu, ( saya masih ingat betul harinya Senin, setelah saya lihat di _mbah google_ bertepatan dengan tanggal 7 Sya'ban 1339 H.) saya pertama kali merasakan berpisah dengan kedua orang tua, kakakmbak, mas, adik dan keponakan-keponakan serta teman- teman di desa untuk melanjutkan sekolah di kota dalam usia yang relatif masih belia, 11 tahun lebih 3,5 bulan.
Setelah tamat dari MI Miftahul Ulum Banjararum tahun 1979 ( bareng sekelas dengan Pak Nur Azis, yang kini masih duduk sebagai anggota legislatif di DPRD II Tuban ) ayah saya ( Nurhadi bin Mustajab - lahuma al fatihah ) bilang nanti kamu melanjutkan di SMP Mu'allimin Tuban ( sekolah _ngisor bedhug_ ) saja, karena gurunya kyai- kyai. Gak ada lain, ya cuma karena gurunya para kyai kota Tuban yang gigih berjuang untuk NU. Ada Mbah Kyai Moertadjie yang mengampu pelajaran Tauhid buah karya sendiri dengan tulisan miring ala Belanda yang indah, meski sudah sepuh tapi nampak sehat dan selalu rapi, baju beliau masuk celana, Kyai Syifa' yang mengajar Fiqh susunan sendiri dengan tas kulit dan sepeda kesayangannya, entah onthel merek Gazelle, Fongers, Humber, atau lainnya, Kyai Ali Tamam, dengan Tafsir cetakan, yang selalu ditilawahkan dengan taghanniy yang merdu, dan kisah heroik beliau melepaskan jabatan sebagai pegawai negeri melawan intimidasi, arogansi dan pemaksaan golkar dan orde baru, Kyai Masyhud Dahlan yang suaranya mirip da'i sejuta umat dan paling kondang kala itu - KH. Yasin Yusuf Blitar, dan memegang mapel hadits yang wajib dihafalkan, Nyai Zulaichah mengampu Tareh/ Sejarah Islam, Bapak Joefri BA ( Sang Kepala Sekolah yang killer dengan scooternya ) - lahum al fatihah, Kyai Muda - waktu itu- Cholilurrohman ( Mbah Cholil - Rois Syuriah NU Cabang Tuban sekarang) dengan pelajaran Bahasa Arab dan Mahfudhatnya , Gus Aya' ( Riyadl Tsauri )yang menggantikan Mbah Moertadjie dan lainnya.
Pagi menjelang subuh dengan rasa berat hati saya diantar oleh ayah. Bergegaslah berjalan kaki dari rumah sejauh 2 km sampai di pertigaan Prambon Wetan - Kedung Rojo, karena di situ setiap pagi ada satu atau dua mobil L 300 ( kalau gak salah ) yang mengantar penumpang ke kota Tuban. Sementara Kang Jembar, tetangga yang ikut ayah saya ( sekarang bernama Kang Hamid, bos krupuk yang tinggal di Surabaya) menuntun sepeda onthel yang dimuati sekantong beras sebagai bekal. Oleh ayah, saya dititipkan di rumah Pak Dhe Muthohhar ( kakak kandung ibu saya Siti Muthohharoh, satu- satunya putri KH. Murtadlo - Mbah Tolo Makamagung - yang sekarang alhamdulillah masih _sugeng_ sehat dalam usia 87 tahun ). Rumah Pak Dhe di jalan KH. Agus Salim, Langgar Al Amien Kebumen, kelurahan Ronggomulyo. Turun di perempatan Sambong hari masih pagi buta , lampu neon penerangan jalan dan di teras - teras rumah masih menyala dengan terang, sesuatu yang sulit hilang dari kenangan anak desa.( Beberapa kali sebelumnya pernah diajak ayah silaturrahmi ke Tuban di siang hari atau sampai malam di alon- alon saat Haul Bonang. Bukankah waktu itu bepergian ke kota Tuban merupakan hal mewah bagi anak- anak di kampung saya ).
Ternyata sekolah baru masuk dua minggu kemudian, yaitu Senin tanggal 16 Juli 1979, sehingga cukup lama menunggu. Beruntung di gang langgar kebumen banyak anak sebaya yang selalu mengajak saya bermain. Oleh Pak Dhe sehabis ashar saya diajar ngaji al Qur-an dan beberapa kitab kecil seperti Fathul Qorib, Nurud Dholam Syarah Aqidatul Awam, Kasyifatus Syaja, dan Ibnu Aqiel Syarah Alfiyah Ibnu Malik dengan model tadris hanya boleh memberi makna untuk lafadz baru yang belum tahu artinya dan belum pernah ada sebelumnya, ( sehingga kitab saya minim sekali sah- sahannya, untuk melatih daya ingat dan memori saya) disertai keterangan yang gamblang tanpa tulisan di papan dan sesudahnya ditest mengulang bacaanya. ( alhamdulillah selalu lancar )
Sehabis Maghrib saya disuruh ngaji di Kyai Muhyin ( waktu itu panggilan akrab beliau " Kak Yin") Makamagung, belajar Nahwu dan I'rob Jawan, Shorof Jawan ( keduanya karangan beliau sendiri ) Qowaidul I'lal, dan Amtsilatut Tashrifiyah. Methode pembelajarannya sebagai berikut : Setelah sebentar menerangkan di papan, dilanjut dengan pertanyaan yang banyak sekali terkait pelajaran hari ini dan semua pelajaran yang sudah dikaji, porsinya lebih banyak pertanyaan dan tadrib daripada menambah materi kajian. Seangkatan saya cuma 6-7 santri, ada Gus Marom ( putranya ), Gus Wahid, sehingga setiap malam saya selalu digerojok pertanyaan dan disuruh mengi'rob, mentashrif, mengi'lal oleh beliau ( seingat saya, alhamdulilllah saya selalu mampu menjawab, tidak pernah mengecewakan beliau) Kitabnya, tulisan asli, dipinjamkan, dibawa pulang untuk ditulis para santri .Waktunya setiap malam, selain malam Jum'at dan malam Selasa, selama 40- 45 menit, sampai adzan Isya'. Hasilnya setelah satu tahun saya lancar _menyorog_ Syarah Muhtashor Jiddan juga Fathul Qorib dan di tahun ketiga saya diajari Nadham Alfiyah dengan kitab pegangan ibnu Aqil. Dari kedua beliau inilah saya mengenal kitab kuning - lahuma al Fatihah..
Tiga tahun penuh kenangan di kebumen, makamagung dan muallimin. Bersekolah dengan berjalan kaki ( kalau gak ada boncengan ) menyusuri jalan Agus Salim, belok Ronggolawe/ Randu Gede, masuk Kutorejo Gang IV, belok di komplek Masjid Astana Pesarean Sunan Bonang, menyisir lorong sempit belakang gedung SMP Muallimin sampailah di Masjid Agung / Masjid Gedhe Tuban, bermain, mengerjakan tugas, menonton teve hitam putih setiap mendengar "bel " siaran Dunia Dalam Berita TVRI pukul 21.00 wib di rumah kak Mu'arif - lahu al Fatihah, tidur di musholla berlantai tegel hitam dan tikar pandan, perayaan muludan di berbagai masjid dan musholla yang disambut gembira teman2 langgar bumen karena akan dapat berkat berwadah tumbu lontar hampir setiap malam, keliling jamaah Sholawat Nariyah, Jum'at Pagi libur sekolah kadang ikut ngaji di Mbah Kyai Mabrur di Sumur Srumbung ( Abahnya Gus Roghib Sarang ) ikut Kak Imron yang sebelum ngaji biasanya _ditimbali_ masuk di kamar beliau dengan disuguhi kolak kacang hijau, berjamaah dengan Lek H. Fatkhurrohman atau Lek Kyai Mu'thi ( kitab beliau Badai'uz Zuhur yang ditaruh di musholla sering saya baca untuk menguji kemampuan bacaan kitab saya ) - lahuma al Fatihah, membaca koran Suara Karya gratisan pinjaman untuk Pak Dhe dari Kak ....( eh lupa namanya, kepala SD, ayahnya Mas Udin dan Mas Isnaeni- lahu al Fatihah). nasi pecel dengan lauk _ lentho_ nya yang setiap pagi dibelikan oleh mbak Yukhanidz dan masakan iwak _pe_ ( ikan pari asap ) olahan budhe Muthi'ah ( laha al Fatihah ). Ada istilah qiyu- qiyu, jagung srong, krupuk pentil, regud, reja', kharim zen dan lain- lain , tentu masih banyak kenangan lainnya.
Banjararum, 2 Juli 2019
Baru sempat menulis setelah memberi pengarahan bagi pembukaan sanah dirosah 1440- 1441 H.santri PP. Manbaul Huda/ Al Hadi yang hari ini kembali ke pondok .
Foto- foto di bawah ini saya ambil tepat seminggu yang lalu.
*اجمل الذكريات ... 👍😔🕋🇲🇨♥🌟*
*سبحان الله والحمد لله ولا اله الا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم , اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وذرياته أجمعين وكل من تبعهم باحسان الى يوم الحساب ... با رك الله فيكم وفينا وفيهم ابدا ...*
_Dari mereka, selain *Mas Yai CHOLIILUR ROHMAAN* siapa yg masih hidup ..._☝😔🙏?
Rabu, 03 Juli 2019
Home »
Kisah 'Aalim 'Ulamaa"
» Kisah Perjalanan Keilmuan Kiyai Damanhurii Banjar Arum
Disinilah saya baru paham ttg silsilah keluarga saya. Yg HR ini Bru aja haul Mbah nyai Siti muthoharoh. Lah alfatihah
BalasHapus